Rabu, 30 Desember 2009

Fa'i

Fa`I yaitu harta rampasan tanpa darah tertumpahkan ( tidak dengan cara pertempuran ).
Pembagian fa'i
Fa'i itu dibagi menjadi dua bagian :

1. 1/5 (20%)
4% Imam
4% Mushalihu'l-Muslimin (untuk kemaslahatan kaum muslimin) Kekuasaan diserahkankepada Imam.
4% Fuqara wa'l-masakin (kaum fakir dan kaum miskin).4% Ibnu'sabil (mereka yang berperang).
4% Yatama (anak-anak yatim)

2. 4/5 (80%)
Diberikan kpd keuangan negara untuk kemaslahatan kaum Muslimin

Salab

As-salab adalah barang berupa pakaian, senjata, dan sebagainya yang diperolaeh dari serdadu musuh yang berhasil dibunuhnya dimedan perang dan di dapat tanpa paksaan.

Ghanimah

Ghanimah Secara harfiah, ghanimah berarti sesuatu yang diperoleh seseorang melalui suatu usaha. Menurut istilah, ghanimah berarti harta yang diambil dari musuh Islam dengan cara perang. Bentuk-bentuk harta rampasan yang diambil tersebut bisa berupa harta bergerak, harta tidak bergerak, dan tawanan perang.Dilihat dari sejarah perang, kebiasaan ini telah dikenal sejak jaman sebelum Islam. Hasil peperangan yang diperoleh ini mereka bagi-bagikan kepada pasukan yang ikut perang tersebut, dengan bagian terbesar untuk pemimpin.

Pembagian ghanimah:

1. 20% untuk :- 4% imam- 4% fuqarah dan masakin(kaum fakir miskin)- 4% mashalihul'l muslimin(untuk kemaslahatan kaum muslimin)- 4% ibnu'ssabil- 4% yatama(anak-anak yatim)

2. 80% untuk : diserahkan bulat sebagai bagian tentara negara islam.

Jihad

Pendapat Menurut 4 Imam Mahzab

Menurut Imam Hanafi Fiqih Imam Kasani dalam bukunya Bada’Sama, mengartikan jihad seperti: “Berjuang dengan segenap usaha dan kekuatan karena Allah SWT dengan jiwa, harta, ucapan atau dengan cara lainnya….”

Menurut Imam Maliki Fiqh Imam Ibnu Arafa, dilanjutkan oleh Sheikh Khalil dalam Mukhtasar Al-Khalil, mengatakan bahwa jihad adalah: “….seorang muslim yang berjuang melawan kaum kafir tanpa suatu perjanjian, hanya karena Allah SWT semata dan untuk meninggikan nama-Nya dengan mengharapkan keridhoanNya.”

Menurut Imam Syafi’i Fiqh Imam Shirazi dalam buku Al-Muhazab Fil Fiqh Imam Shafi’i mengatakan bahwa jihad adalah berjuang melawan kaum kafir hanya karena Allah dengan jiwa, harta, ucapan, atau mengajak orang lain….”(Kitab Al Minhaj oleh Imam Nawawi)

Menurut Imam Hambali Fiqh Imam Ibnu Qudama Al-Maqdisi mengatakan bahwa jihad adalah menyebarkan perjuangan melawan orang kafir, apakah itu sebagai fardhu Kifayah atau fardhu ‘Ain, melindungi orang mukmin dari kaum kafir, menjaga daerah perbatasan, berjuang di garis terdepan dan di garis perbatasan sebagai penopang.

Arti Jihad secara Umum
Saat ini jihad diartikan sebagai berjuang di jalan Alloh secara berjama’ah. Dahulu para ulama mengartikan jihad baik secara syara’ atau secara umum adalah sama. Tetapi sekarang hal itu berbeda

Jihad Menurut Ushul Fiqh
Menurut Imam Al-Qastalani, Imam Al-Mawardi (Syafi’i), Imam Al-Taftazani (Hanafi), dan Imam Jirjani (Hanafi): “…suatu kondisi melawan kaum kafir untuk mendapatkan kemenangan Islam yang harus dilakukan dengan tujuan untuk meninggikan nama Allah SWT….”
Karena itu menurut hukum, secara umum dan menurut ilmu ushul fiqh, jihad adalah berjuang di jalan Allah atau perjuangan dengan segenap usaha melawan kaum kafir untuk meninggikan agama Allah SWT.

Terdapat beberapa Sahih Muslim bersumber dari Abu Sa’ad Al Kudri bahwa sahabat bertanya kepada Rasulullah saw, “Apakah jihad itu?” dan beliau menjawab, “Berjuang untuk meninggikan Agama Allah SWT.”

Pengertian jihad begitu luas dan juga bersifat terbatas (Al Jamiyyah Wa al Maniyyah) luas karena dilihat dari pengertian jihad menurut bahasa dan perlengkapannya. Hal ini bersifat terbatas karena perjuangan yang dilakukan hanya untuk melawan kaum kafir semata-mata hanya mengharapkan ridho Allah SWT.

Namun terdapat perbedaan pendapat apakah jihad hanya sebuah bentuk penyerangan atau apakah itu mencakup baik jihad sebagai penyerangan maupun jihad sebagai sikap bertahan. Al Izz Ibnu Salaam (Sheikh al Jihad) mengatakan bahwa jihad hanya sebagai bentuk penyerangan bukan sikap bertahan yaitu akan disebut jihad jika kita memulai atau memprakarsai pertemuan atau perkelahian, kewajiban yang lain (misalnya sikap bertahan jihad), dinamakan Al Dafa’ah. Pertahanan pada diri sendiri menjadi naluriah yang ada pada manusia juga terdapat pada binatang, tidak seperti kewajiban khusus dalam serangan jihad.

Dan lagi Ibnu Qayyim meletakkan beberapa kondisi untuk jihad, sebagai berikut:
1. Seorang muslim harus mengawali atau memulai pertempuran
2. Bahwa pertempuran itu harus melawan orang-orang kafir (NB. pertempuran dengan orang-orang murtad) (misalnya orang yang ingkar pada agama atau partai) disebut Qaatal al Riida dan adalah pelaksanaan hukum pidana atau undang-undang Islam dengan cara pertempuran Baghee (misalnya seorang pemberontak) disebut Qaatal al Baghee, dalam hal ini
3. Al Ma’niyyah mempunyai maksud bahwa pertempuran jihad untuk membuat agama Allah SWT yang dominan (NB. biasanya ini termasuk dalam sikap bertahan sejak satu pertempuran untuk kemenangan atau kesyahidan tidak melihat untuk melaksanakan sistem aturan Islam dalam beberapa keadaan.

Pembagian jihad

Dari beberapa penjelasan di atas, kita dapat membagi jihad dalam dua bagian:
1. Al Jihad al Mubada’ah yaitu melakukan serangan jihad
2. Al Jihad al Dafa’ah yaitu sikap bertahan jihad
Bagaimanapun, secara bahasa kata jihad mengandung arti usaha sungguh-sungguh tanpa mengenal lelah, ini ditemukan tanpa menggunakan Al-Qur’an dengan perbedaan arti jihad dalam mengendalian nafsu misalnya….ketika Alloh (SWT) menjelaskan pertempuran atau peperangan dalam jihad Dia menggunakan kata “Qaatala” dan dalan satu peperangan itu siapa saja yang bertempur dinamakan “Muqaatil” (Dimana “Qatala” adalah pembunuhan dan pembunuh disebut “Qatil”). Alloh tidak pernah menggunakan Qatil atau pembunuhan (murder atau kill) dalam Al-Qur’an konteks Jihad tetapi lebih pada Qitaal (peperangan) semenjak hidup menjaga kesucian dalam Islam.

Imam Syafi’i mengatakan bahwa alasan mengapa kita memerangi orang-orang kafir (dalam melakukan serangan jihad) adalah karena mereka menghalangi agama kita atau memerangi agama kita. Imam Abu Hanafi pada kesempatan lain mengatakan bahwa kita memerangi orang-orang kafir (serangan jihad) karena mereka memerangi kita dan menghalangi agama kita untuk dilaksanakan.